Kehidupan

Berikan pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan :)

Sabtu, 23 Februari 2013

Analisis Film Habibie & Ainun


ANALISIS FILM
Judul                     :  Habibie &  Ainun
Produser             :  Hanung Bramantyo
Sutradara            :  Faozan Rizal
Pemain                 :
·         Habibie (Reza Rahardian)
·         Ainun (Bunga Citra Lestari)
·         Ibu Habibie (Ratna Riantiarno)
·         Ayah Habibie
·         Fanny Habibie
·         Arlies (Vitta Mariana)
·         Ilham Akbar Habibie (Mike Luccock)
·         Hanung Bramantyo memerankan tokoh antagonis
·         H.M. Soeharto (Tio Pakusadewo)
UNSUR INTRINSIK FILM
TEMA :
Tema yang diangkat dalam film ini adalah kehidupan Habibie dan Ainun. Film ini menceritakan kisah hidup Habibie mulai dari Habibie sekolah hingga pertemuanya dengan Ainun, dan pada akhirnya menikah dengan Ainun. Film ini menceitakan kesetiaan dari Ainun yang selalu mendampingi Habibie saat Habibie berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya, begitu pula sebaliknya dengan Habibie yang selalu setia dan menjaga Ainun.
LATAR :
                Latar yang mendominasi dalam film ini yaitu di rumah orang tua Ainun, di Jerman, di Munich(Jerman), dan di Jakarta.
PENOKOHAN/ PERWATAKAN :
                Habibie                 : pandai, setia, bijaksana, baik, tekun, pekerja keras dan ulet
                Ainun                    : pandai, baik, setia, lemah dan sangat menyayangi Habibie
                Ayah Habibie     : bijaksana, baik dan sangat memahami anaknya
                Ibu Habibie         : baik, bijaksana dan sangat memahami anaknya
                Hanung                : licik, jahat, pemaksa, pengancam         
ALUR :
                Film ini menggunakan alur maju. Dimulai dari penceritaan masa muda Habibie dan Ainun ke masa tua mereka, dan film diceritakan dengan baik. Diakhiri dengan kematian Ainun.
AMANAT :
                Film ini menceritakan kegigihan seorang tokoh dalam menggapai mimpinya. Dan akhirnya, mimpi tersebut dapat terwujud berkat kerja keras dan semangat dari istri tercintanya. Semangat juang Habibie dan Ainun serta kesetiaan mereka  dapat kita contoh dan kita teladani.
DABING :
                Pengeluaran suara dengan gerak bibir tokoh dalam film ini sudah tepat sehingga tidak muncul suatu keanehan ketika masyarakat menonton film ini.
PENGAMBILAN GAMBAR :
                Pengambilan gambar dalam film ini sudah pas sehingga dapat terlihat secara jelas hal-hal yang ingin difokuskan. Efek pengambilan gambar sudah sesuai dengan tema yang diangkat sehingga film terlihat amat real. Sudut bidikannya juga baik sehingga enak dilihat.

Rabu, 13 Februari 2013

Analisis Film Tanah Surga - Katanya



ANALISIS FILM
Judul                     :  Tanah Surga – Katanya
Produser             :  Deddy Mizwar, Gatot Brajamusti, Bustal Nawawi
Sutradara            :  Herwin Novianto
Pemain                 :
·         Salman  (Osa Aji Santosa)
·         Kakek Hasyim ( Fuad Idris)
·         Salina ( Tissa Biyani Azzahra)
·         Ayah (Ence Bagus)
·         Dokter Anwar (Ringgo Agus Rahman)
·         Bu Astuti  (Astri Nurdin)
·         Kepala Desa
·         Pejabat Pemerintah (Dedi Mizwar)
UNSUR INTRINSIK FILM
TEMA :
Tema yang diangkat dalam film ini adalah nasionalisme. Hal ini digambarkan dengan menceritakan seluk-beluk kehidupan masyarakat yang tinggal di darah perbatasan Indonesia-Malaysia tidak diperhatikan oleh pemerintah sehingga kehilangan rasa nasionalismenya terhadap negara Indonesia dan lebih condong ke Malaysia.
LATAR :
                Latar yang digunakan dalam film ini yaitu di daerah Kalimantan Barat, tepatnya daerah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia. Mengangkat daerah pedalaman, hutan, danau, serta rumah-rumah dan sekolah yang kurang layak.
PENOKOHAN/ PERWATAKAN :
                Salman                                 : Polos, cerdas, memiliki rasa nasionalisme, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
                Kakek                    : Cinta tanah air, memiliki pendirian teguh dan kuat akan rasa nasionalismenya
                Salina                    : Lugu, mudah tergoda bujukan ayahnya
                Ayah                      : Tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, egois
                Dokter Anwar    : Baik, mau berusaha, suka menolong, lucu, sopan
                Bu Astuti              : Ceroboh, galak, tidak murahan, pintar, sabar
                Kepala Desa       : Aneh, baik hati, mudah jatuh cinta, lucu
                Pejabat Daerah : Mudah tersindir, egois, tidak memiliki rasa simpati yang tinggi
ALUR :
                Film ini menggunakan alur maju. Dimulai dari penceritaan masa lalu ke masa depan dan diceritakan dengan baik.
AMANAT :
                Film ini memberi ilustrasi yang secara tidak langsung mengajak kita untuk lebih mencintai negara kita, karena bagaimanapun juga, tanah air kita ini adalah tanah yang subur dan diperjuangkan dengan sepenuh hati oleh para pendahulu. Pemerintah juga diajak untuk lebih dapat memperhatikan kehidupan masyarakat-masyarakat yang sulit dijangkau pemerintah pusat sehingga terjadi pemerataan.
DABING :
                Pengeluaran suara dengan gerak bibir tokoh dalam film ini sudah tepat sehingga tidak muncul suatu keanehan ketika masyarakat menonton film ini.
PENGAMBILAN GAMBAR :
                Pengambilan gambar dalam film ini terlihat jelas sudah menggunakan kamera berkualitas tinggi sehingga dalam film ini dapat terlihat secara jelas hal-hal yang ingin difokuskan. Efek pengambilan gambar sudah sesuai dengan tema yang diangkat sehingga film terlihat amat real. Sudut bidikannya juga baik sehingga enak dilihat.

Senin, 03 September 2012

Hari Ini Kau Bersanding dengan Eni

Gemercik air yang terdengar begitu berirama memecah suasana hening ketika itu. Aku duduk termenung di tepi sebuah sungai sembari mencuci piring- piring kotor yang kubawa dengan sebuah ember plastik.
“Sendirian saja kamu Ris ?”
Aku terkejut ketika seseorang menyapaku dan kurasa suara itu sudah tidak asing lagi terdengar di telingaku. Ternyata benar itu adalah suara Aldi. Seseorang yang dulu sempat menjadi kekasihku sebelum dia memutuskan untuk pisah.
Aku segera beranjak dari sebuah batu yang kududuki sembari membereskan piring- piring yang sudah selesai kucuci. Tak sepatah katapun terucap dari mulutku ketika Aldi menyapaku, aku juga tidak membalas sapaanya. Bahkan aku juga tidak kuasa melihat Aldi secara langsung ketika ia berada di sampingku. Kemudian aku cepat- cepat bergegas kembali ke rumah.
Keesokan harinya, Senin Pon menurut kalender Jawa , terdengar Gendhing Jawa yang mulai mengalun merdu. Sesekali aku menengok ke jendela kamarku, terlihat begitu ramai tamu- tamu yang datang. Aku masih saja merasa bingung dan gelisah, aku tidak bisa datang ke acara perkawinanmu. Aku masih belum bisa melihatmu bersanding dengan wanita itu, teman sebayaku di kampung.
Suara Gendhing Jawa berganti menjadi musik dangdut jawa atau yang sering disebut “Campursari”. Aku masih saja duduk termenung di sudut kamar sambil memandang foto ukuran 3x4 yang kupasang di dalam dompet cokelatku. Tak lain itu adalah foto Aldi yang mungkin sebentar lagi akan melupakanku dan menempuh hidup baru bersama Eni. Sementara aku masih berat hati menerima kenyataan yang mengharuskan aku melepaskanya.

Senin, 23 Juli 2012

Majas dalam lirik lagu "Kemana Angin Berhembus" Padi

Ke mana pun angin berhembus menuntun langkahku (majas personifikasi)
Memahat takdir hidupku di sini
Masih tertinggal wangi yang sempat engkau titipkan
Mengharumi kisah hidupku ini

Meski kuterbang jauh melintasi sang waktu (majas hiperbola)
Ke mana pun angin berhembus, ku pasti akan kembali

Kulukiskan indah wajahmu di hamparan awan
Biar tak jemu kupandangi selalu
Kubiarkan semua cintamu membius jiwaku (majas hiperbola)
Yang memaksaku merindukan dirimu

Meski langit memikatku dengan sejuta senyum (majas personifikasi)
Aku takkan tergoyahkan, aku pasti akan kembali

Meski kuterbang jauh melintasi sang waktu (majas hiperbola)
Ke mana pun angin berhembus, ku pasti akan kembali

Meski langit memikatku dengan sejuta senyum (majas personifikasi)
Ke mana pun angin berhembus, ku pasti akan kembali

Rabu, 01 Februari 2012

Sesalku Karya : Risma Sinta Primadany

Masih terbayang
Sebulan yang lalu kita duduk berdua ditepi pantai
Masih terngiang
Ketika kau sapa aku di tengah keramaian orang- orang
Masih terlukis jelas
Senyumu yang manis ketika kau menatakan “aku tak mau pisah denganmu”

Mengapa begitu berat
Mengapa begitu dalam rasaku untukmu
Hingga tak mudah untukku mengatakan bahwa aku senang punya teman seperti kamu
Karena rasaku untukmu masih utuh seperti dulu bukan hanya sekedar teman saja

Hanya sesaat bisa memilikimu
Kini hadirmu sudah tak mungkin lagi
Sosokmu yang pernah aku sia kan hanya karena egoku
Sungguh,,,, sesal ini tak kan pernah mati di dalam diri
Selalu hidup dan membayang bersama langkahku
Entah sampai kapan aku bisa membunuhnya
Sungguh
Kau akan selalu menjadi yang terindah dihatiku

Analisis mengenai puisi berjudul “Panggilan” karya Zawawi Imron 1. Diksi 2. Background Cerita 3. Amanat


1.       Diksi
Penulis banyak menggunakan kata- kata kiasan sehingga makna dan maksud dari puisi tersebut memang sulit dimengerti.
2.       Background Cerita
Sebuah keluarga miskin di sebuah desa, dimana seorang ayah dan ibu sedang meratapi nasib keluarganya yang miskin dengan penderitaan seorang anak yang sedang sakit karena kelaparan.
3.       Amanat
Pesan dan amanat yang tersirat dalam puisi tersebut adalah :
Ø  Sudah menjadi kewajiban seorang ayah bekerja untuk menafkahi keluarga.
Ø  Hidup itu tidak mudah, kita harus lebih banyak bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang dibandingkan dengan mereka di luar sana yang menderita tidak dapat menafkahi keluarganya.

Mengenai Saya

Foto saya
Kendal, Jawa Tengah, Indonesia