Kehidupan

Berikan pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan :)

Kamis, 08 Desember 2011

Saduran lagu “Arti Sahabat” Nidji

Hari demi hari berlalu, persahabatan yang terenda antara Arga dan Bintang semakin kuat. Bintang sangat mengagumi kepribadian sahabat barunya itu. Ia bahkan mencurahkan seluruh isi hatinya yang selama ini selalu mengganggu pikiranya. Satu ucapan Arga yang sangat menyentuh hati Bintang dan menjadi penyemangat hidupnya adalah, “kedua orang tuamu menamakan mu Bintang bukan tanpa arti. Mereka menginginkan kau selalu bersinar seperti bintang di langit malam. Kau harus menerangi orang- orang di sekelilingmu dengan cahayamu itu. Kau tidak boleh menyerah atas penyakitmu ini. Jadilah orang yang kuat, maka mereka akan mengenangmu sebagai gadis manis yang berhati baja. Percayalah Bintang, bahwa kekuatan bersyukur itu sangatlah besar. Kau harus tetap bersyukur seberat apapun cobaanmu kini. Di luar sana pasti masih banyak lagi orang yang menjalani kehidupan yang lebih berat darimu.”
Hujan deras diiringi gemuruh petir di kejauhan membuat panik Arga dan Bintangyang saat itu tengah menikmati kebersamaan mereka di taman seperti biasanya. Arga nampak sangat hati- hati dalam membimbing Bintang dalam rangkulan tanganya yang pucat dan kedinginan. Setelah hujan mereda, Arga segera mengantar Bintang pulang seperti biasanya yaitu hanya sampai dekat rumah namun ia tak sampai hati melihat Bintang tertatih- tatih dengan tongkatnya menyusuri jalan yang licin ditambah lagi gadis penderita kanker mata itu seharusnya tidak boleh terguyur hujan seperti itu.
“Arga, aku kedinginan,” ucap Bintang yang mulai berjalan terhuyung- huyung.
“Tahan Bintang, tahan. Aku akan mengantarkanmu sampai ke rumah.” Arga pun mempererat rangkulan tanganya di bahu Bintang. Ia sebenarnya bimbang, tetapi rasa sayang sebagai sahabatlah yang membuat Arga memperkuat langkah kakinya.
“Ini semua demi Bintang” hibur Arga pada dirinya sendiri, lalu mengetuk pintu rumah dengan sopan, “Permisi...”
“Ya....” terdengar suara seorang wanita dari dalam dan pasti itu ibu Bintang. Ketika ibu Bintang membuka pintunya, beliau sangat terkejut dan memandang Andi beberapa saat, lalu bertanya dengan nada cemas, “ Kenapa Bintang bisa sampai seperti ini ?”
Baru saja Arga hendak menjawab, tiba- tiba Bintang jatuh pingsan. Ibu Bintang seketika menjerit dan membawa Bintang ke dalam rumah tanpa mengatakan apapun. Beliau menutup pintu dengan keras dan membuat Arga sangat terpukul.
Rintik hujan yang kembali turun seolah- olah menggambarkan hati kecil Arga yang juga basah. Pandangan ibu Bintang tadi sama seperti pandangan orang- orang kebanyakan yang menatapnya. Arga pun mulai menangisi keadaan, betapa munafiknya ia saat menasihati Bintang agar selalu bersabar akan beratnya hidup, tetapi yang terjadi ia malah menangis.
Hari- hari semenjak kejadian itu, Arga dan Bintang tidak pernah bertemu lagi. Arga hanya bisa mengamati Bintang dari kejauhan.
Hampir seminggu tak ada kabar dari Bintang. Merasa rendah diri, ia memutuskan untuk membuang bayang- bayang Bintang dalam ingatanya. Ia dan Bintang sungguh tak sepadan.
Entah mengapa sore ini Arga begitu merasa ingin duduk di taman seperti yang biasa ia lakukan bersama Bintang dulu. Arga memang belum sepenuhnya dapat melupakan ingatanya tentang Bintang.
“Arga,” sapa lembut suara yang sudah sangat lama ia kenal. Spontan, Arga pun membalikkan badan dan langsung menyesali tindakanya itu. Raut wajah Bintang seketika berubah dan Arga menyadari bahwa gadis itu sudah bisa melihat lagi.
“Kamu Arga?” ucap Bintang dengan suara tertahan. Di belakang Bintang berdirilah ibunya yang sedang menatap kejadian di depanya dengan perasaan gelisah.
“Iya Bintang, itu Arga. Arga yang selalu kau critakan, kau kagumi dan Arga yang selalu kau temui setelah penglihatanmu kembali. “Puaskah kau nak ?” tanya Ibu Bintang dengan nada suara yang agak kasar.
“Iya Bintang, ini aku Arga....”
“Bukan, kau bukan Arga......,” desis Bintang yang terus mengamati Arga dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bintang nampak sangat terkejut melihat tubuh Arga yang penuh denhan bekas- bekas luka bakar. Belum lagi tangan kirinya yang buntung akibat kecelakaan 3 tahun yang lalu.
“Kau mungkin jijik melihatku dan aku maklum karenanya. Kecelakaan mobil telah mengubah hidupku seratus delapan puluh derajat. Aku pernah bilang bukan, kalau kita harus bersabar dan sebenarnya aku menipu hatiku sendiri. Saat kau berteman denganku, aku sangat bahagia sekali walaupun kemudian aku menyadari bahwa kau bisa saja menjauh dariku jika penglihatanmu sudah kembali lagi. Ternyata benar kan Bintang ? “ tanya Arga sambil menatap Bintang.
Bintang terpungkur dalam diam. Ia tak tak mengucap sepatah katapun. Sementara ibu Bintang memilih untuk berpura- pura tidak melihat dan pergi meninggalkan Arga dan Bintang berdua saja.
Selama beberapa saat, Arga hanya memandangi Bintang, berharap Bintang akan mengatakan bahwa ia mau berteman denganya lagi namun Bintang malah menunduk dan tak balas memandang Arga. Arga pun akirnya melangkah pergi dengan hati yang terluka.
“Arga!” tiba- tiba Bintang menarik tangan Arga, lalu mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Arga. “Kita bersahabat selamanya, ya ? Hanya kamu yang paling mengerti aku. Sebuah kesalahan besar jika aku memutuskan persahabatan dengan orang sebaik dirimu. Dalam usia ku yang semakin singkat ini, kaulah yang terindah yang membuatku lebih berarti, maafkan aku Arga..”
Arga tersenyum bahagia mendengar pengungkapan Bintang. Mereka bersahabat seperti dulu lagi.

Jumat, 09 September 2011

Melepasmu dengan Senyuman


Hujan yang tak disangka kehadiranya tiba- tiba datang di awali langit yang seakan tertutup oleh awan hitam , Risa sedang duduk di kursi ruang tamu, tiba- tiba seseorang mengetuk pintu rumah dan memanggil namanya. Dia terkejut ketika melihat seorang lelaki yang basah kuyup dan ternyata dia adalah Rama, sahabat terbaiknya yang sudah lama menghilang karena harus pindah bersama orang tuanya.
“Rama,, ini benar kamu ma ?”
“iya, ini aku aku Rama, Risa tak kusangka aku bisa bertemu denganmu lagi ?”
Tanpa pikir panjang , Risa pun mempersilahkan sahabatnya itu masuk. Segeralah dia mengambil handuk serta membuatkan secangkir teh hangat untuk Rama. Setelah beberapa waktu berlalu, Risa seakan bertanya- tanya apa yang telah terjadi.
“Apa yang terjadi Rama, kemana saja kamu selama ini ? Kenapa kamu pergi tanpa pamit, dan menghilang begitu saja dari ku? Sekarang tiba- tiba kamu datangi aku!! Apa kamu sudah bosan denganku ?”
Rama tersenyum dan menatap ke dua mata Risa, seakan menunjukkan betapa dia sangat merindukan seseorang yang begitu ia sayangi. Dengan tenang ia menjelaskan semua yang telah terjadi.
“Maafkan aku Ris, sudah dua tahun meninggalkanmu tanpa memberi kabar. Aku pindah ke Sumatra bersama ibuku.”
“ Ke Sumatra ? lalu kamu datang kesini dengan siapa ma? Kamu sendirian?”
“iya, Aku terpaksa pindah ke Sumatra Ris, kasian ibu ku sendirian disana”
“Maksud kamu apa Rama ? Apa terjadi sesuatu dengan ayahmu ?”
“Ris, ayahku pergi meninggalkan ibu dan aku, dia pindah kerja ke Luar Negri dan ternyata dia sudah punya istri baru. Sekarang hanya aku satu- satunya orang yang ada untuk ibu ku. Berat sekali rasanya aku meninggalkanmu Ris!”
“Maafkan aku Rama, kamu harus janji kamu harus kuat dan kamu harus bisa jaga ibu kamu di sana, jangan sedih ya.”
Tiba- tiba Rama perlahan menutup matanya, wajahnya terlihat sangat pucat dan badanya sangat lemas. Risa merasa panik dan gelisah, dibawanya Rama ke sebuah rumah sakit dekat rumahnya. Setelah beberapa saat berlalu, dokter kembali dengan memasang wajah penuh kesedihan. Dengan jelas Dokter menjelaskan kepada Risa bahwa Rama menderita penyakit kanker darah. Risa tak kuasa menahan tangisnya.
Setelah Risa mengetahui penyakit yang diderita sahabatnya, ia seakan ingin membahagiakan Rama di sisa- sisa hidupnya yang mungkin sudah tidak lama lagi. Tiga hari berikutnya, ibu Aisyah yaitu ibu dari Rama datang untuk menjemput Rama pulang ke Sumatra lagi. Namun, sungguh Risa tak dapat menahan tangisnya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di rumah Risa 3hari lagi.
Langit senja nampak begitu merah, matahari pun seakan bergegas kembali ke sarangnya. Angin berhembus membelai lembut wajah Rama yang terlihat pucat. Duduklah disebelahnya seorang wanita yang selama ini ia sayangi yaitu Risa. Saat itu, Rama berpesan kepada Risa.
“Risa, aku ingin mengatakan sesuatu”
“Apa yang ingin kau katakan ? apa kamu mau pamit ? tolong jangan berfikir hidupmu sudah tak lama lagi, hidup dan mati Tuhan yang menentukan. Bukan kamu !”
“Risa,,, tunggu dulu, aku ingin bicara... sebenarnya keinginanku selama ini adalah bertemu denganmu dan mengatakan bahwa aku mencintaimu bukan hanya sebatas sahabat, tapi lebih dari itu. Namun apa daya ku, aku tidak akn pernah bisa membuatmu senang Ris, aku sudah terima kenyataan ini, memang jalan hidupku begini. Sekarang yang aku harapkan adalah melihatmu tersenyum dan hidup bahagia. Pesanku tolong jika waktuku nanti tiba kamu tidak boleh menangis dan harus tetap tersenyum?”
“Rama,, jujur aku juga mencintaimu!”
Seketika Risa memotong perkataan Rama dan ia memeluk erat sahabat tersayangnya itu. Suasana di pinggir pantai itu menjadi sangat mengharukan. Risa membiarkan Rama bersandar di bahunya dan ia bercerita tentang masa-masa kecilnya dulu. Tanpa ia sadari ternyata Rama sudah menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir kalinya. Risa memeluk erat Rama dan seakan perlahan melepas kepergian Rama. Ia berjanji akan selalu mengingat pesan-pesan terakhir itu.

Mengenai Saya

Foto saya
Kendal, Jawa Tengah, Indonesia